BAB-4N. Keterangan Singkat Mengenai Membaca Qunut Dalam Sholat Shubuh



  Golongan pengingkar berpendapat lebih jauh lagi, yaitu menganggap qunut dalam sholat shubuh sebagai bid’ah mungkar yang harus dihindari. Karena ke-egoisan memegang pahamnya ini, mereka ini tanpa segan-segan mencela orang yang mengamalkannya, dan melontarkan ucapan-ucapan yang justru bisa mendatangkan dosa dan bertentangan dengan akhlak yang diajarkan Nabi saw!!

Bagaimana mungkin doa qunut yang masih ada haditsnya itu dikatakan bid’ah mungkar?, sedangkan para sahabat menambah bacaan dalam sholat ,yang telah kami kemukakan, yang tidak pernah diajarkan oleh Nabi saw, tidak dipersalahkan oleh Nabi saw, malah diridhoi dan diberi kabar gembira bagi pembacanya?
 
Sebelum kami mengutip beberapa hadits tentang qunut, kami tekankan dahulu, bahwa menurut para pendukungnya, qunut pada shalat shubuh itu mempunyai dasar dari amaliyah Rasulullah saw dan beliau saw melakukannya, bukan hanya untuk qunut nazilah (bencana) saja. Kedudukan riwayatnya pun cukup kuat, karena diriwayatkan para rawi yang terpercaya, antara lain Al-Bukhari dan Muslim, dan diamalkan para Salaf, Imam Syafi’i, Imam Malik dan lainnya.

Dalil-dalil kesunnatan yang berkaitan membaca Qunut ketika sholat, khususnya sholat Subuh:

– Dalam buku Fiqih Sunnah, oleh Sayid Sabiq ,bhs.Indonesia, jilid 2, edisi kedua th.1977 hal.41 dan 43 disebutkan, bahwa Imam Syafi’i mensunnahkan qunut dalam sholat shubuh, dengan berdalil hadits, dari Anas bin Malik ra. Anas ra pernah ditanya, ‘apakah Nabi saw berqunut dalam sholat shubuh? Ia (Anas ra) menjawab, Ya. Ditanya pula, ‘sebelum rukuk atau sesudahnya’? Ia menjawab, ‘sesudah rukuk’ (HR.Jama’ah, kecuali Turmudzi, dari Ibnu Sirin). Juga imam Syafi'i berdalil dengan hadits lainnya, dari Anas bin Malik ra: “Rasulallah saw itu selalu berqunut dalam sholat shubuh, hingga meninggalkan dunia” (HR. Ahmad, Bazzar, Daruquthni, dan dishohihkanoleh Al-Baihaqi dan Al-Hakim). 

Imam Nawawi dalam kitabnya Adzkarun-Nawawiyyah mengomentari, bahwa hadits tersebut shohih.
Adapun Ibn Hajar Al-Asqolani berkomentar dalam takhrij-nya bahwa hadits tersebut hasan lighoirihi (baik, karena didukung riwayat lainnya). Sedangkan lafadh qunut shubuh menurut Imam Syafi’i, ialah yang diajarkan Nabi saw kepada Al-Hasan bin Ali ketika qunut witir, yaitu “Allahummah diini fiiman hadaita …dan seterusnya”(HR. At-Tirmidzi, Abu Daud, dan lain-lain).

– Hadits dari Al-Barra’ bin Azib ra yang berkata, bahwa ‘Nabi saw dahulu melakukan qunut pada shalat maghrib dan shubuh’ (HR Ahmad, Muslim dan At-Tirmidzi). At-Tirmidzi menshahihkan hadits ini. Hadits ini diriwayatkan juga oleh Abu Daud dengan tanpa penyebutan shalat maghrib.

Imam Nawawi dalam Al-Majmu’ II/505 mengatakan: “ Tidaklah mengapa meninggalkan qunut pada shalat maghrib karena qunut bukanlah suatu yang wajib atau karena ijmak ulama telah menunjukkan bahwa qunut pada shalat maghrib itu sudah mansukh yakni terhapus hukumnya”.

– Abubakar Jabir Al-Jazairi dalam kitabnya Minhajul Muslim mengatakan, bahwa disunnahkan qunut subuh setelah rukuk dan dikomentari dalam tahkik kitab tersebut, bahwa qunut subuh telah tsabit dalam shahihain!

– Seorang ulama golongan tabi’in, Imam Hasan Basri, berkata, ‘aku pernah sholat dibelakang dua puluh delapan orang dari pahlawan Badar (Ahlul Badar), mereka semua melakukan qunut shubuh sesudah ruku’ (Irsyadussariy syarah Bukhori juz 3).

Al-Hafidh Al-Iraqi ,guru dari Ibnu Hajar, sebagaimana dikutip oleh Al-Qasthalani dalam Irsyadussariy syarah shahih Bukhari menjelaskan, bahwa qunut shubuh itu diriwayat kan oleh Abubakar, Umar, Utsman, Ali dan Ibnu Abbas [ra]. Kemudian beliau (al-Hafidh) berkomentar, ‘telah sah dari mereka ( para shahabat ) dalil tentang qunut tatkala terjadi pertentangan antara pendapat yang menetapkan dan meniadakan, maka didahulukan pendapat yang menetapkan’.

Sebagian ulama yang mengingkari hadits qunut shubuh,antara lain Ibnu Taimiyah, mengatakan sanad hadits itu lemah, karena melalui seorang rawi yang bernama Abu Ja’far Ar-Razi, yang nama aslinya Isa bin Abi Isa. Padahal menurut pakar hadits lainnya, bahwa Abu Ja’far Ar-Razi, nama aslinya adalah Isa Bin Maahaan, layak diterima haditsnya. Yahya bin Ma’in ,guru dari Imam Bukhori, mengatakan bahwa Abu Ja’far adalah orang Tsiqoh. Abu Hatim pun berkata demikian, bahwa Abu Ja’far itu adalah Tsiqotun Shoduq (terpercaya lagi jujur). Juga berdasarkan amalan para Salaf, para pakar fiqih,, maka hadits qunut sholat shubuh dapat diterima!

– Hadits dari Anas ra.:“Bahwa Nabi saw pernah qunut selama satu bulan sambil mendoakan kecelakaan atas mereka kemudian Nabi meninggalkannya. Adapun pada shalat subuh, maka Nabi senantiasa melakukan qunut hingga beliau meninggal dunia”. Diantara ulama yang mengakui kesahihan hadits ini adalah Hafiz Abu Abdillah Muhamad Ali al-Bakhi dan Al-Hakim Abu Abdillah pada beberapa tempat didalam kitabnya serta imam Baihaqi. Hadits ini juga diriwayatkan pula oleh Daraquthni dari beberapa jalan dengan sanad-sanad yang sahih.

– Hadits dari Awam bin Hamzah dimana beliau berkata: “Aku bertanya kepada Utsman tentang qunut pada shalat subuh. Beliau berkata: ‘Qunut itu sesudah ruku’. Aku bertanya : ‘Fatwa siapa ? Beliau menjawab : ‘Fatwa Abubakar, Umar dan Utsman radhiallahu’anhum’“. (HR.Baihaqi dan berkata hadits ini hasan). Baihaqi meriwayatkan hadits ini dari Umar dengan beberapa jalan.

– Hadits dari Abdullah bin Ma’qil at-Thabi’i: “Ali ra qunut pada shalat subuh“. (HR.Baihaqi dan berkata hadits ini sahih lagi masyhur).

– Hadits riwayat Baihaqi dari Abu Rofi’ : “ Umar melakukan qunut pada shalat subuh sesudah ruku’ “.

Demikianlah beberapa dalil yang dipakai oleh para ulama Syafi’iyah tentang qunut subuh.

Dalil-dalil tempat qunut (sesudah atau sebelum ruku’?)

– Didalam Al-Majmu’ jilid III/506 bahwa: “Tempat qunut itu adalah sesudah mengangkat kepala dari ruku’. Ini adalah ucapan Abubakar as Shiddiq, Umar bin Khattab dan Utsman serta Ali radhiyallahu’anhum“.

– Hadits riwayat Bukhori dan Muslim dari Abu Hurairah: “ Bahwa Nabi saw qunut sesudah ruku “.

– Hadits diriwayatkan juga oleh Bukhori dan Muslim dari Ibnu Sirin, beliau berkata: “Aku berkata kepada Anas : ‘Apakah Rasulallah saw melakukan qunut pada shalat subuh’? Anas menjawab: ’Ya, begitu selesai ruku’ ’“.

– Hadits riwayat Bukhori dan Muslim dari Anas ra: Bahwa Nabi saw melakukan qunut selama satu bulan sesudah ruku’ pada shalat subuh sambil mendoakan kecelakaan atas Bani ‘Ushayyah “.

– Hadits riwayat dari Ashim al-Ahwal dari Anas: “ Bahwa Anas berfatwa tentang qunut sesudah ruku’“.

– Hadits dari Abu Hurairah ra yang diriwayatkan Hakim dan disahihkan olehnya: “Rasulallah saw jika beliau mengangkat kepalanya dari ruku’ pada rakaat kedua shalat subuh beliau mengangkat kedua tangannya lalu berdoa: Allahummah dinii fiiman hadait ...hingga akhirnya ‘“.

– Hadits riwayat dari Salim dari Ibnu Umar ra: “ Bahwasanya ibnu Umar mendengar Rasulallah saw apabila beliau mengangkat kepalanya dari ruku’ pada rakaat terakhir shalat subuh, beliau berkata : ‘Ya, Allah! Laknatlah si fulan dan si fulan’!, sesudah beliau mengucapkan sami’allahu liman hamidah robbana walakal hamdu. Maka Allah menurunkan ayat ‘Tidak ada bagimu sesuatu pun dari urusan mereka itu atau dari pemberian taubat terhadap mereka atau juga daripada penyiksaan mereka karena sesungguhnya mereka itu ada lah orang-orang yang dzalim’ “. (HR.Bukhori).

Hadits ini menunjukkan qunut nazilah yang pernah dilakukan oleh Nabi, juga dilakukan setelah ruku’ seperti halnya qunut dalam shalat subuh.

Memang ada hadits yang menunjukkan pelaksanaan qunut sebelum ruku’, namun dikatakan oleh Imam Baihaqi dalam kitab Al-Majmu’ : “ Dan orang-orang yang meriwayatkan qunut sesudah ruku’ lebih banyak dan lebih kuat menghafal hadits, maka dialah yang lebih utama dan inilah jalannya para khalifah yang memperoleh petunjuk ---semoga Allah meridhoi mereka--- pada sebagian besar riwayat dari mereka, wallahu’alam“

Hukum mengangkat tangan waktu qunut
Dalam masalah ini ada dua pendapat:

a. Tidak disunnatkan mengangkat tangan pada waktu qunut. Pendapat ini dipilih oleh as-Syairozi, al-Qaffal dan al-Baghawi serta dihikayatkan oleh Imam Haramain dari mayoritas sahabat Syafi’i. Alasan mereka: ‘Karena doa didalam shalat tidak pakai angkat tangan seperti doa sujud, doa tasyahhud dan doa iftitah.

b. Disunnatkan mengangkat tangan pada waktu qunut. Pendapat inilah yang sahih dikalangan madzhab Syafi’i dan dialah pilihan Abu Daud al-Mawazi, al-Qadhi Abu Thayib di dalam ta’liqnya dan dalam al-Minhaj, Syeikh Abu Muhamad, Ibnu Shabbag, al-Mutawalli, al-Ghazali, Syeikh Nasrun al-Maqdisi dalam tiga kitabnya yakni Al-Intikhab, At-Tahzib dan Al-Kafi. Begitu juga dengan para ulama yang lain.

 Pengarang al-Bayan berkata: ‘Imam Hafiz Abubakar al-Baihaqi yang merupakan ulama ahli fiqh dan hadits, juga memilih pendapat ini dan beliau berhujjah dengan riwayat Anas ra sewaktu menceriterakan para qurro’yang terbunuh. Anas berkata: “Sesungguhnya aku melihat Rasulallah saw, setiap kali beliau shalat subuh, beliau mengangkat kedua tangannya sambil mendoakan kecelakaan atas mereka yakni orang membunuh para qurro”. (Hadits ini isnadnya sahih atau hasan).

Imam Baihaqi mengatakan: “Dan karena sekelompok sahabat Nabi radhiyallahu ’anhum mengangkat tangan mereka pada waktu qunut”.(Al-Baihaqi II/211)

Diriwayatkan dari Rofi’, beliau berkata: “Aku pernah shalat dibelakang Umar bin Khattab ra. Beliau qunut sesudah ruku’ dan mengangkat kedua tangannya serta membaca doa dengan bersuara”. (Imam Baihaqi berkata: Hadits tentang Umar ini sahih).

Dengan demikian dapatlah ditarik satu kesimpulan bahwa pendapat yang sahih dikalangan madzhab Syafi’i adalah: ‘Sunnat mengangkat tangan pada waktu qunut, baik itu qunut subuh, qunut nazilah maupun qunut witir dipertengahan bulan ramadhan sebagaimana yang akan dijelaskan berikutnya’.

Mengusap wajah sesudah qunut dalam shalat

Adapun mengusap wajah sesudah qunut ketika sholat, maka menurut pendapat yang sahih tidak disunnatkan. Dalam kitab al-Majmu’ III/501 imam Baihaqi mengatakan: “Aku tidak pernah menghafal dari seorang ulama salaf perihal mengusap wajah sesudah qunut, walaupun mengusap wajah itu ada diriwayatkan dari sebagian mereka (para salaf) pada waktu berdoa diluar shalat. Adapun didalam shalat, maka mengusap wajah adalah satu perbuatan yang tidak ada keterangannya baik dari hadits, atsar maupun qiyas. Maka yang utama adalah tidak mengamalkannya dan mencukupkan saja dengan apa yang telah dinukil dari para ulama salaf yakni ‘mengangkat dua tangan dengan tanpa mengusap wajah’ ”.
Lafadh doa qunut

Sebuah hadits dari Hasan bin Ali bin Abi Thalib ra., beliau berkata: “Aku telah diajari oleh Rasulallah sw, beberapa kalimat yang aku ucapkan pada waktu witir yakni: ’Allahummahdinii fiiman hadait, wa’aafinii fiimaan ‘aafait, watawallanii fiiman tawallait wabaariklii fiima a’thoit waginii syaara maagodhoit fainnaka taqdhi walaa yugdha ‘alaik wainnahu laa yadzillu man waalait tabaarakta rabbanaa wata’aalait ’ ”. (HR.Abudaud, Turmudzi, Nasa’I dan selain mereka dengan isnad sahih) .

Imam Baihaqi meriwayatkan dari Muhamad bin Hanafiah dan beliau adalah ibnu Ali bin Abi Thalib ra. Beliau berkata: “Sesungguhnya doa ini (doa qunut diatas) ialah yang dipakai berdoa oleh ayahku (yakni Ali bin Abi Thalib kw) pada waktu qunut dishalat subuh”.(HR.Al-Baihaqi II/209).

Imam Baihaqi juga meriwayatkan dari beberapa jalan yakni dari Ibnu Abbas dan selainnya: “Bahwasanya Nabi saw, mengajarkan doa ini (yakni Allahummahdinii fiiman hadait ....hingga akhirnya) kepada para sahabat agar mereka berdoa dengannya pada waktu qunut dishalat subuh”. Dalam satu riwayat disebutkan: “Bahwasanya Nabi saw melakukan qunut pada shalat subuh dan pada witir dimalam hari dengan doa ini”.

Kemudian imam Baihaqi menyimpulkan: “Semua riwayat ini menunjukkan bahwa Nabi mengajarkan doa Allahummahdinii fiiman hadait... hingga akhirnya itu, adalah untuk qunut subuh dan qunut witir”.

Doa qunut dengan delapan kalimat seperti tsb. ,yang diajarkan Nabi saw kepada Al-Hasan bin Ali ketika qunut witir, diatas itulah yang dinashkan oleh imam Syafi’i didalam Mukhtashar al-Muzanni. Kalau ditambah pada doa itu dengan:
 وَلا يَعِزُّمَنْ عَادَيْتَ 
 (Dan tidaklah mulia orang yang Engkau musuhi) sebelum:
 تَبَارَكْت رَبّنَا وَتَعَالَيْتَ 
dan ditambah dengan:
 فَلكََ الحمْد عَلَى مَاقَضيْتَ اسْتَغفِرُكَ وَاَتوْبُ اليْكَ
sesudahnya, maka tidak mengapa. 

Berkata Syeikh Abu Hamid, Syeikh al-Bandanij dan yang lainnya bahwa tambahan ini bagus.

Abu Thayyib tidak menyetujui penambahan: وَلا يَعِزُّمَنْ عَادَيْتَ itu, namun ibnu Shabbagh dan para sahabat yang lain membantahnya dengan firman Allah: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadikan musuhKu dan musuhmu sebagai teman-teman setia” (QS al-Mumtahanah:1).Begitu juga firman Allah: “Sesungguhnya Allah menjadi musuh bagi orang-orang kafir” (QS al-Baqarah:98).

Kemudian sesudah doa ini, disunnatkan membaca sholawat atas Nabi saw, berdasarkan hadits al-Hasan ra. Beliau berkata: “Rasulallah saw mengajariku kalimat pada waktu qunut witir yakni Allahummahdinii, lalu disebutlah hingga delapan kalimat itu dan berkata pada akhirnya dengan : ‘tabaarakta wa ta’aalait washollahu ‘alan nabi’ “.(Lafadh hadits ini terdapat pada riwayat Nasa’i dengan isnad yang sahih atau hasan).

Begitu juga disunnatkan membaca salam kepada Rasulallah saw dan keluarganya diakhir qunut, hal ini menurut Asnawi berdasarkan firman Allah swt: ‘Sesungguhnya Allah dan para MalaikatNya menyampaikan shalawat kepada Nabi. Wahai orang-orang yang beriman sampaikanlah shalawat dan salam kepadanya’. Sedangkan shalawat dan salam kepada keluarga Rasulallah saw adalah berdasarkan hadits antara lain riwayat Ka’ab bin Ajroh yang bertanya kepada Nabi tentang bagaimana mengucapkan shalawat kepada beliau, lalu beliau saw bersabda: “Ucapkanlah Allahumma sholli ‘alaa Muhamad wa ‘ala aali Muhamad”.

Dengan demikian tambahan-tambahan bacaan yang baik dalam waktu qunut, seperti yang telah dikemukan diatas, itu adalah mustahab. Sebagaimana yang telah kami kemukakan terdahulu, bahwa para sahabat telah menambah bacaan iftitah dan waktu i'tidal ketika sholat, yang tidak pernah diajarkan oleh Nabi saw. dan Nabi saw meridhoinya.

Alasan orang-orang yang membantah

a. Ada orang yang membid’ahkan qunut sholat subuh dengan dalil bahwa Nabi saw melakukan qunut satu bulan saja berdasarkan hadits Anas ra: “Bahwasanya Nabi saw melakukan qunut selama satu bulan sesudah ruku’ sambilmendoakan atas beberapa suku arab kemudian beliau meninggalkannya”. (HR.Bukhori dan Muslim).

Jawaban :
Memang hadits Anas ra diatas tersebut kita akui sebagai hadits sahih karena terdapat dalam sahih Bukhori dan Muslim. Akan tetapi yang menjadi permasalahan sekarang adalah kata-kata ‘Thumma tarakahu’ (kemudian Nabi meninggalkannya) dalam hadits tersebut. Apakah yang ditinggalkan oleh Nabi itu qunutnya atau doanya yang mengandung kecelakaan atas suku arab?

Untuk menjawab permasalahan ini marilah kita ikuti ,berikut ini, penjelasan para pakar hadits.

- Imam Nawawi dalam Al-Majmu’ III/505: “Adapun jawaban terhadap hadits Anas dan Abu Hurairah dalam hal ucapannya dengan ‘Thumma tarakahu’ , maksudnya adalah meninggalkan doa kecelakaan atas orang-orang kafir itu dan meninggalkan pelaknatan terhadap mereka saja. Jadi bukan berarti meninggalkan seluruh qunut, atau meninggalkan qunut subuh. Penafsiran seperti ini harus dilakukan, karena hadits Anas (yang lain) yang menyebutkan: ‘ Senantiasa Nabi qunut dalam shalat subuh sampai beliau meninggal dunia’, adalah hadits sahih lagi jelas, maka wajiblah menggabungkan diantara keduanya”.

- Imam Baihaqi meriwayatkan dari Abdurrahman bin Madiyyil imam bahwasanya beliau berkata: “ ‘Innamaa tarakal la’nu’ (hanyalah yang beliau tinggalkan itu adalah melaknat).

Lebih-lebih lagi penafsiran seperti ini dijelaskan oleh riwayat Abu Hurairah ra yang berbunyi: ‘Thumma tarakad du’a lahum’ (Kemudian Nabi menghentikan doa kecelakaan atas mereka).
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa qunut Nabi yang satu bulan itu adalah qunut nazilah (bencana) dan qunut inilah yang ditinggalkan, bukan qunut pada shalat subuh.

b. Ada lagi yang mengajukan dalil yakni hadits Sa’ad bihn Thariq, yang juga bernama Abu Malik al-Asja’i: “Dari Abu Malik al-Asja’i, beliau berkata: Aku pernah bertanya kepada ayahku; ‘wahai ayah! Sesungguhnya engkau pernah shalat dibelakang Rasulallah saw, Abubakar, Utsman dan Ali bin Abi Thalib disini di Kufah selama kurang lebih lima tahun. Apakah mereka melakukan qunut’? Dijawab oleh ayahnya: ‘Wahai anakku, itu adalah bid’ah’ ”. (HR.Turmudzi).

Jawaban:
Kalau benar Saad bin Thariq mengatakan demikian, maka sungguh suatu hal yang mengherankan karena hadits-hadits tentang Nabi dan para khalifah Rosyidin yang mengamalkan qunut sangatlah banyak baik dalam kitab Bukhori, Muslim, Ibnu Majah, Abu Daud, Nasa’i dan Baihaqi. Oleh karena itu, ucapan Saad bin Thariq tersebut tidaklah di akui dan tidak terpakai dalam madzhab Syafi’i dan juga madzhab Maliki. Hal ini disebabkan karena beribu-ribu orang telah melihat Nabi mengamalkan qunut, begitu pula dengan para sahabat beliau saw. Sedangkan hanya Thariq sendiri yang mengatakan qunut itu sebagai amalan bid’ah. 

Maka dalam kasus ini berlakulah kaidah ushul fiqih yakni: ‘Al-Mutsbit muqaddam ‘alan naafi’ (orang yang menetapkan didahulukan atas orang yang menafikan). Terlebih lagi bahwa orang yang mengatakan ‘ada’, jauh lebih banyak dibanding orang yang mengatakan ‘tidak ada’.

Seperti inilah jawaban Imam Nawawi dalam Al-Majmu’ III/505. Beliau berkata: “Dan jawaban kita terhadap hadits Saad bin Thariq adalah bahwa riwayat orang-orang yang menetapkan qunut terdapat pada mereka itu tambahan ilmu dan juga mereka lebih banyak. Oleh karenanya wajiblah mendahulukan mereka”.

Pensyarah hadits Turmudzi yakni Ibnul Arabi juga memberikan komentar yang sama terhadap hadits Saad itu. Beliau mengatakan:”Telah tetap bahwa Nabi Muhamad saw melakukan qunut dalam shalat subuh. Telah tetap pula pula bahwa Nabi pernah melakukan qunut sebelum ruku’ atau sesudah ruku’.

 Telah tetap pula bahwa Nabi pernah melakukan qunut nazilah dan para khalifah di Madinah pun melakukan qunut serta sayidina Umar mengatakan bahwa qunut itu sunnah, telah pula diamalkan dimasjid Madinah. Oleh karena itu janganlah kamu ambil perhatian terhadap ucapan yang lain daripada itu”.

Seorang ulama ahli fiqih dari Jakarta ,KH Syafi’i Hazami dalam kitabnya ‘Taudhiihul Adillah mengatakan ketika mengomentari hadits Saad itu: “Sudah jelas bahwa qunut itu bukan bid’ah menurut segala riwayat yang ada, maka yang bid’ah itu adalah yang meragukan kesunnatannya sehingga masih bertanya pula”.

Imam Uqaili mengatakan dengan tegas bahwa Abu Malik itu jangan diikuti haditsnya dalam hal qunut. (Mizanul I’tidal II/122).

c. Ada juga yang mengetengahkan dalil riwayat dari Ibnu Mas’ud yang mengatakan: “Rasulallah saw tidak pernah qunut didalam shalat apapun”.

Jawaban:
Riwayat ini menurut Imam Nawawi dalam Al-Majmu’ sangatlah lemah, karena diantara para perawinya terdapat Muhamad bin Jabir as-Suahili yang ucapannya selalu ditinggalkan oleh ahli hadits.
Dalam kitab Mizanul I’tidal karangan Az-Zahabi disebutkan bahwa Muhamad bin Jabir as-Suahili adalah orang yang dhaif menurut perkataan Ibnu Mu’in dan Imam Nasa’i, imam Bukhori mengatakan: ‘Ia tidak kuat’. Imam Hatim mengatakan:’Ia dalam waktu terakhirnya menjadi pelupa dan kitabnya telah hilang’.(Mizanul I’tidal III/492).
Dan juga dapat kita jawab dengan jawaban yang telah dikemukakan terdahulu yakni orang yang mengatakan ‘ada’ lebih didahulukan daripada orang yang mengatakan ‘tidak ada’ berdasarkan kaidah ‘Al-Mutsbit muqaddam ‘alan naafi’.

d. Ada lagi yang mengajukan dalil bahwa Ibnu Abbas berkata: “Qunut pada shalat subuh itu bid’ah”.

Jawaban:
Hadits ini dhaif sekali, karena Baihaqi meriwayatkannya dari Abi Laila al-Kufi dan beliau sendiri mengatakan bahwa hadits ini tidak sahih, karena Abu Laila itu adalah matruk (Orang yang ditinggalkan haditsnya). Terlebih lagi pada haditsnya yang lain, Ibnu Abbas sendiri mengatakan: ‘Annahu qunut fis subhi’ (Bahwasanya Nabi saw melakukan qunut pada shalat subuh). Hadits ini juga bertentangan dengan hadits-hadits yang kuat bahwa qunut shubuh adalah amalan Nabi saw dan para sahabatnya.

e. Ada juga yang mengetengahkan dalil bahwa Ummu Salamah berkata: “Bahwasanya Nabi saw melarang qunut pada shalat subuh”.

Jawaban:

Hadits ini juga dhaif, karena diriwayatkan dari Muhamad bin Ya’la dari Anbasah bin Abdurrahman dari Abdullah bin Nafi’ dari ayahnya dari Ummu Salamah. Berkata Daraqutni: ‘Ketiga-tiga orang itu lemah dan tidak benar kalau Nafi’ mendengar hadits itu dari Ummu Salamah’. Dalam Mizanul I’tidal disebutkan: ‘Muhamad bin Ya’la itu diperkatakan oleh Imam Bukhori bahwa ia banyak menghilangkan hadits. Abu Hatim mengatakannya bahwa ia matruk’.(Mizanul I’tidal IV/70).
Anbasah bin Abdurrahman menurut Imam Bukhori haditsnya matruk. Sedangkan Abdullah bin Nafi’ adalah orang yang banyak meriwayatkan hadits mungkar.( Mizanul I’tidal II/422).

Pendapat empat madzhab tentang Qunut:

− Madzhab Hanafi: Disunnatkan qunut pada shalat witir dan tempatnya adalah sebelum ruku’. Adapun qunut pada shalat subuh tidak disunnatkan. Sedangkan qunut nazilah disunnatkan tetapi pada shalat yang jahriyah saja.

− Madzhab Maliki: Disunnatkan qunut pada shalat subuh dan tempatnya yang lebih utama adalah sebelum ruku’, tetapi boleh juga dilakukan sesudah ruku’. Adapun qunut pada selain subuh yakni qunut witir dan qunut nazilah, maka keduanya dimakruhkan.

− Madzhab Syafi’i: Disunnatkan qunut pada shalat subuh dan tempatnya sesudah ruku’. Begitu juga disunnatkan qunut nazilah dan qunut witir pada pertengahan bulan ramadhan.

− Madzhab Hambali: Disunnatkan qunut pada shalat witir dan tempatnya sesudah ruku’. Adapun qunut pada shalat subuh tidak disunnatkan. Sedangkan qunut nazilah disunnatkan dan dilakukan pada shalat subuh saja.

Qunut ini bukan amalan wajib, itu merupakan dzikir dan doa yang dibaca ketika sholat. Demikianlah keterangan singkat mengenai qunut subuh. Wallahua’lam.

Semoga dengan keterangan dalam bid’ah yang singkat ini, insya-Allah bisa membuka hati kita masing-masing agar tidak mudah mensesatkan, mengkafirkan dan sebagainya pada saudara muslim kita sendiri, yang sedang melakukan ritual-ritual Islam begitu juga yang berlainan madzhab dengan madzhab kita.

Share :

0 Response to "BAB-4N. Keterangan Singkat Mengenai Membaca Qunut Dalam Sholat Shubuh"

Posting Komentar