BAB-8B. Cara-Cara Memperingati Hari-Hari Allah


- Allah swt.. berfirman: “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Musa dengan membawa ayat-ayat kami, (dan Kami perintahkan kepadanya), ‘Keluarkanlah kaummu dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dan ingatkanlah mereka kepada hari-hari Allah”. Sesunguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi setiap orang penyabar dan banyak bersyukur. ” (QS. Ibrahim [14] : 5).

Yang dimaksud dengan hari-hari Allah pada ayat itu ialah peristiwa yang telah terjadi pada kaum-kaum dahulu serta nikmat dan siksa yang dialami mereka. Umat nabi Musa disuruh oleh Allah swt. untuk mengingat kembali peristiwa-peristiwa yang telah lalu ,baik itu yang berupa nikmat atau berupa adzab, dari Allah swt.. Dengan adanya peringatan maulid itu kita selalu di-ingatkan kembali kepada junjungan kita Rasulallah saw. sebagai penghulu para Nabi dan Rasul!

Mengapa justru golongan pengingkar melarang dan membid’ahkan munkar orang yang sedang memperingati hari kelahiran Rasulallah saw.?

Tidak ada ketentuan syari’at cara mengingat atau memperingati hari-hari Allah yang harus diselenggarakan pada hari-hari tertentu. Juga tidak ditetapkan peringatan itu harus dilakukan secara berjama’ah ataupun secara individual. Begitu juga halnya dengan peringatan maulid, dapat diadakan setiap waktu, boleh secara individu atau berjama’ah. Sudah tentu waktu yang paling tepat ialah pada hari turunnya nikmat Allah. Dalam hal memperingati maulid Nabi saw. waktu yang paling sesuai adalah pada bulan Rabiul-awal (bulan kelahiran Rasulallah saw.). Akan tetapi mengingat besarnya manfaat peringatan maulid ini dan mengingat pula bahwa dengan cara berjama’ah lebih utama dan lebih banyak barakah, maka peringatan maulid dapat diadakan pada setiap kesempatan yang baik secara berjama’ah.

Misalnya pada hari-hari mengkhitankan anak-anak, pada waktu hari pernikahan, pindah rumah, pelaksanaan nadzar yang baik, beroleh rizki yang banyak dan lain sebagainya. Bagaimana pun juga setiap acara-acara yang penting yang di-isi atau diselenggarakan maulid Nabi saw. menurut pandangan Islam pasti jauh lebih baik dan lebih bermanfaat daripada di-isi dengan acara-acara lain yang hanya bersifat bersenang-senang saja tanpa makna.

Mengenai diselenggarakannya peringatan hari-hari Allah pada hari-hari ulang tahun turunnya nikmat, terdapat hadits shohih yang dapat dijadikan dalil, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim tentang puasa pada hari ‘Asyura. Karena puasa sunnah ‘Asyura dianjurkan oleh Rasulallah saw. setelah beliau saw melihat kaum Yahudi di Madinah puasa pada hari 10 Muharram tersebut. Beliau saw. bertanya kepada kaum Yahudi mengapa mereka ini berpuasa pada hari itu? Mereka menjawab; ‘Pada hari ini Allah swt. menyelamatkanNabi mereka dan menenggelamkan musuh mereka’. Kemudian Nabi saw. menjawab: ‘Kami lebih berhak memperingati Musa dari pada kalian’! (Nahnu aula bi muusaa minkum).

- Kecuali itu terdapat hadits lainnya, diketengahkan oleh Ibnu Taimiyah dari hadits Ahmad bin Hanbal yang menuturkan sebagai berikut:“Aku mendengar berita, pada suatu hari sebelum Rasulallah saw. tiba (disuatu tempat di Madinah) diantara para sahabatnya ada yang berkata: ‘Alangkah baiknya jika kita menemukan suatu hari dimana kita dapat berkumpul untuk memperingati nikmat Allah yang terlimpah kepada kita’. Yang lain menyahut: ‘Hari Sabtu!’. Orang yang lain lagi menjawab; ‘Jangan (karena) berbarengan dengan harinya kaum Yahudi’! Terdengar suara yang mengusulkan; ‘Hari Minggu saja’! Dijawab oleh yang lain: ‘Jangan (karena) berbarengan dengan harinya kaum Nasrani’! Kemudian menyusul yang lain lagi berkata; ‘Kalau begitu, hari ‘Arubah saja’! Dahulu mereka menamakan hariJum’at hari ‘Arubah. Mereka lalu pergi berkumpul dirumah Abu Amamah Sa’ad bin Zararah. Dipotonglah seekor kambing cukup untuk dimakan bersama“. (Iqtidha’us Shirathil Mustaqim).

- Kecuali dua hadits tersebut diatas terdapat hadits lainnya lagi yang juga di ketengahkan oleh Bukhori dan Muslim mengenai nyanyian yang didendangkan oleh sekelompok muslimin, untuk memperingati hari bersejarah. Peristiwanya terjadi dikala Rasulallah saw. masih hidup ditengah ummatnya. Nyanyian itu justru didendangkan orang ditempat kediaman Rasulallah saw. sekaitan dengan datangnya hari raya ‘Idul Akbar. Peringatan demikian itu dilakukan juga oleh sekelompok muslimin sekaitan dengan hari bersejarah lainnya, yakni hari Biats yaitu hari kemenangan suku-suku Arab melawan Persia, sebelum Islam. Pada hari itu Abubakar dan ‘Umar [ra] berusaha mencegah sejumlah wanita berkumpul dan menyanyikan lagu-lagu yang biasa dinyanyikan oleh orang-orang Anshar. Melihat Abubakar dan ‘Umar berbuat demikian itu, Rasulallah saw. menegor dua orang sahabatnya ini. Beliau saw. minta agar kedua-duanya membiarkan mereka merayakan hari besar dengan cara-cara yang sudah biasa dipandang baik menurut tradisi dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam.

Hadits yang berasal dari Ummul mukminin ‘Aisyah ra itu lengkapnya sebagai berikut:
“Pada suatu hari Abubakar Ash-Shiddiq ra datang kepada ‘Aisyah ra (putri nya). Pada saat itu dikediaman ‘Aisyah r.a. ada dua orang wanita Anshar sedang menyanyikan lagu-lagu yang biasa dinyanyikan oleh kaum Anshar pada hari Bi’ats. Siti ‘Aisyah ra. memberitahu ayahnya, bahwa dua orang wanita yang sedang menyanyi itu bukan biduanita. Abubakar menjawab: ‘Apakah seruling setan dibiarkan dalam tempat kediaman Rasulallah?’ Peristiwa tersebut terjadi pada hari raya.Menanggapi pernyataan Abubakar ra., Rasulallah saw. berkata: ‘Hai Abubakar, masing-masing kaum mempunyai hari raya, dan sekarang ini hari raya kita’ “. (Shohih Muslim III/210 dan Shohih Bukhori 1/170).

Yang dimaksud dalam hadits kata hari raya kita ialah hari terlimpahnya nikmat Allah swt.kepada kita, oleh karenanya kita boleh merayakannya. Berdasarkan riwayat yang berasal dari Ummul Mukminin ‘Aisyah ra. itu imam Bukhori dan Muslim memberitakan, bahwa “didalam tempat kediaman Nabi saw. pada saat itu terdapat dua orang wanita sedang bermain rebana (gendang)”.

- Dalam shohih Bukhori 1/119 diriwayatkan sebuah hadits dari ‘Aisyah ra yang berkata: “Pada suatu hari Rasulallah saw. datang kepadaku. Saat itu dirumah terdapat dua orang wanita sedang menyanyikan lagu-lagu Bi’ats. Beliau saw. lalu berbaring sambil memalingkan muka. Tak lama kemudian datanglah Abubakar (ayah ‘Aisyah). Ia marah kepadaku seraya berkata; ‘Apakah seruling setan dibiarkan berada dirumah Rasulallah ?’….Mendengar itu Rasulallah saw. segera menemui ayahku lalu berkata: ‘Biarkan sajalah mereka’! Setelah Abubakar tidak memperhatikan lagi keberadaan dua orang wanita itu, mereka lalu keluar meninggalkan tempat”.

- Riwayat lainnya memberitakan, bahwa “pada hari-hari perayaan Muna, Abubakar ra. datang kepada Siti ‘Aisyah ra. Ketika itu dirumah isteri Nabi saw. terdapat dua orang wanita sedang menyanyi sambil menabuh/memukul rebana. Saat itu Rasulallah saw. sedang menutup kepala dengan burdahnya. Oleh Abubakar dua orang wanita itu dihardik. Mendengar itu Rasulallah saw. sambil menanggalkan burdah dari kepalanya berkata : ‘Hai Abubakar, biarkan mereka, hari ini hari raya’ “!

- Siti ‘Aisyah ra juga pernah menceriterakan pengalamannya sendiri; “Aku teringat kepada Rasulallah saw.disaat beliau sedang menutupi diriku dengan bajunya (yang dimaksud adalah hijab/kain penyekat), agar aku dapat menyaksikan beberapa orang Habasyah (Ethiopia) sedang bermain hirab (tombak pendek) didalam masjid Nabawi (di Madinah). Beliau saw. merentang bajunya didepanku agar aku dapat melihat mereka sedang bermain. Setelah itu aku pergi meninggalkan tempat. Mereka mengira diriku seorang budak perempuan Arab yang masih muda usia dan gemar bersenang-senang”.

- Dalam shohih Muslim ketika itu ‘Aisyah ra mengatakan: “Aku melihat Rasulallah saw. berdiri didepan pintu kamarku, pada saat beberapa orang Habasyah sedang bermain hirab didalam masjid Nabawi. Kemudian beliau saw. merentangkan baju didepanku agar aku dapat melihat mereka bermain. Setelah itu aku pergi. Mereka mengira diriku seorang budak perempuan Arab yang masih muda usia dan gemar bersenang-senang”.

- Dalam hadits yang lain lagi Siti ‘Aisyah ra.menuturkan: “ Pada suatu hari raya beberapa orang kulit hitam negro dari Habasyah bermain darq (perisai terbuat dari kulit tebal) dan hirab. Saat itu, entah aku yang minta kepada Rasulallah saw. ataukah beliau yang bertanya kepadaku: ‘Apakah engkau ingin melihat’? Aku menjawab: ‘Ya’. Aku lalu diminta berdiri di belakang beliau demikian dekat hingga pipiku bersentuhan dengan pipi beliau. Kepada orang-orang yang bermain-main itu Rasulallah saw. bersabda: ‘Hai Bani Arfidah…teruskan, tidak apa-apa’! Kulihat mereka terus bermain hingga merasa jemu sendiri. Kemudian Rasulallah saw. bertanya kepadaku; ‘Sudah cukup’? Kujawab; ‘Ya’. Beliau lalu menyuruhku pergi, ‘kalau begitu pergilah’ “!.

- Dalam Shohih Muslim diriwayatkan juga sebuah hadits berasal dari ‘Atha ra yang menuturkan bahwa yang bermain-main itu entah orang-orang Persia, entah orang-orang Habasyah (Ethiopia). Mereka bermain hirab didepan Rasulallah saw. Tiba-tiba ‘Umar Ibnul Khattab datang, ia lalu mengambil beberapa buah kerikil dan dilemparkan kepada mereka. Ketika melihat kejadian tersebut Rasulallah saw. berkata: ‘Hai Umar, biarkan saja mereka’!

Sekarang telah kita ketahui, bahwa bentuk perayaan atau peringatan ,sebagaimana yang dituturkan oleh hadits-hadits tersebut diatas,ternyata bermacam-macam. Ada yang berupa ibadah puasa, ada yang dengan cara memotong kambing lalu dimakan bersama, ada yang merayakan dengan nyanyian, dan mendeklamasikan syair-syair sambil memukul rebana dan ada pula yang merayakan dengan bermain-main tombak serta perisai. Semua ini diriwayatkan oleh para sahabat Nabi terdekat, bahkan oleh isteri beliau saw. sendiri yang langsung menyaksikan. Semua riwayat ini kemudian dicatat dan diberitakan oleh para Imam ahli hadits seperti Imam Ahmad bin Hanbal, Bukhori dan Muslim radhiyallahu ‘anhum agar diketahui oleh segenap kaum muslimin.

Dalam hadits-hadits itu telah diketahui pula bahwa Rasulallah saw. membenarkan dan membolehkan diadakannya perayaan-perayaan atau peringatan-peringatan hari bersejarah, terutama sekali hari-hari pelimpahan nikmat Allah swt. kepada ummat manusia. Beliau saw.tidak pernah mengatakan perayaaan atau peringatan itu perbuatan kufur atau bid’ah dhalalah/sesat! Kita mengetahui pula bahwa Abubakar ra menyebut nyanyian sebagai seruling setan dan ‘Umar ra melempari orang-orang yang bermain tombak dengan kerikil. Akan tetapi kita pun mengetahui juga bahwa Rasulallah saw. seketika itu juga menegor Abubakar dan ‘Umar karena dua orang sahabat Nabi itu berusaha melarang nyanyian (yang baik, tentunya) ter-iring bunyi rebana, dan menghalangi orang-orang bermain tombak dalam merayakan hari besar bersejarah itu.
 
Beliau saw. menegor dua orang sahabat tersebut karena beliau tidak memandang permainan-permainan atau perayaan-perayaan itu sebagai perbuatan kufur, ma’siyat dan tidak keluar dari garis-garis yang ditentukan oleh syari’at Islam. Dua sahabat Nabi saw.menerima tegoran Nabi saw. dengan jujur dan ikhlas.

- Dalam shohih Muslim halaman 168 juga memperkuat dalil-dalil keabsahan peringatan maulid (kelahiran) Nabi saw. yaitu mengenaipuasa setiap hari Senin yang dilakukan oleh Nabi saw. Beberapa orang sahabat beliau saw. bertanya apa sesungguhnya motifasi beliau berpuasa tiap hari Senin? Beliau saw. menjawab: “Pada hari itu yakni hari Senin adalah hari kelahiranku dan hari turunnya wahyu(pertama) kepadaku”. 

Dengan adanya hadits ini kita memandang bahwa hari Senin sebagai hari yang bersejarah, karena mencakupdua peristiwa besar. Jika Rasulallah saw sendiri berpuasa setiap hari Senin untuk memperingati dan mensyukuri hari kelahiran beliau sendiri, bukankah sangat utama jika kita sebagai ummat beliau saw. berbuat mengikuti jejak beliau yaitu giat memperingati hari maulid beliau setiap tahun, bahkan tiap minggu (tiap hari Senin)? Dalam hal ini mengapa harus di munkarkan atau disesatkan…?
 
Pernyataan beliau saw. itu bisa dipandang sebagai dalil syar’i mengenai keabsahan peringatan maulid Nabi saw. Jawaban beliau saw. yang menghubungkan hari kelahiran beliau dengan hari turunnya wahyu pertama (hari bi’tsah kenabian) kepada beliau, menunjukkan ketinggian martabat hari kelahiran (maulid) nabi sebagai hari terlimpahnya nikmat Allah swt. Dengan demikian sudah semestinyalah kita memandang hari maulid beliau saw. sebagai hari besar dan mulia yang perlu diperingati sewaktu-waktu.

Share :

0 Response to "BAB-8B. Cara-Cara Memperingati Hari-Hari Allah"

Posting Komentar