BAB-6A. Faedahnya Kumpulan/Majlis Dzikir

BAB-6

Daftar isi Bab 6 ini diantaranya:

▪️ Dalil-dalil dzikir dan uraian ulama-ulama pakar mengenai majlis dzikir
▪️ Dalil mereka yang melarang dzikir secara jahar dan jawabannya



  Pada zaman sekarang kumpulan dzikir lebih kita butuhkan, karena manusia telah dibisingkan oleh keduniaan saja, sehingga sedikit sekali untuk mengingat pada Allah dan Rasul-Nya dan kurang bersilator Rohmi! Sebelum kami mengutip dalil-dalil dan wejangan para pakar islam yang berkaitan dengan majlis dzikir, marilah kita baca ,berikut ini, Penelitian Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Jakarta pada tahun 2001 dan 2002 yang diarsiteki oleh Saiful Mujani, direktur Freedom Institute, yang baru menyelesaikan doktoralnya di Universitas Ohio State, Amerika pada 10 Juni 2003. Kami kutip bagian yang penting saja, yang berkaitan dengan kumpulan majlis dzikir.
 
Dengan adanya kutipan dalil-dalil dibab ini, insya Allah pembaca bisa menilai sendiri serta mengambil kesimpulan tentang manfaat kumpulan (halaqat) dzikir Istighothah, Tahlil/Yasinan dan lain lain untuk masyarakat dan ruginya orang yang tidak mau kumpul berdzikir bersama masyarakat.

"Temuan orang-orang seperti Alexis Tocqueville di Amerika yang termuat dalam bukunya yang terkenal, Democracy in America. Tocqueville mendeskripsikan tentang seorang yang religius (beragama) dan aktif dalam kegiatan keagamaan serta menjadi demokratis sekaligus mempunyai sumbangan bagi perkembangan demokrasi. Nah, urgensi agama dalam hubungannya dengan demokrasi akan terlihat bila agama diterjemahkan dalam kelompok-kelompok sosial yang menjadi kekuatan kolektif, membentuk jaringan sosial, dan seterusnya. 

Misalnya, mereka yang rajin berpuasa sunnah sendiri atau sholat tahajud pada gelap malam sendirian, ibadah-ibadah ini, sekalipun penting dan pokok dalam agama, kalau ditarik lebih lanjut dalam kehidupan sosial-politik yang lebih luas, hal tersebut tidaklah terlalu bermakna (dalam hubungan antara manusia). Untuk bisa suksesnya konteks demokrasi, maka dimensi-dimensi ritual yang beraspek kolektivitas yang lebih diperlukan dalam konteks demokrasi. Misalnya, sholat berjama’ah. Dalam Islampun, pahala sholat berjama‘ah lebih banyak ketimbang munfarid (sholat sendirian).

Dalam tradisi (partai) NU, kita mengenal praktik yasinan, manakiban, tahlilan, tujuh harian bagi orang yang meninggal, haul, dan lain-lain. Praktik-praktik itu, dalam temuan dua penelitian saya secara nasional pada 2001 dan 2002, mempunyai efek ganda. Dengan begitu, dalam diri mereka ada semacam peran-peran dan status sosial yang lebih kompleks. 

Itulah yang menjadikan seorang yang religius tersebut menjadi positif untuk konteks demokrasi. Sebab, basis sosial semacam itulah yang sesungguhnya di butuhkan oleh demokrasi kalau kita melihatnya dari sisi masyarakat.

Dalam ritual yasinan, tahlilan, manakiban dan lain-lain, terdapat dimensi transedental, yakni niat ibadah pada Allah. Hanya, implikasi ritual tersebut juga banyak kita temukan. Dalam ritual yasinan, kita kan tidak hanya membaca yasin, tapi juga bersilaturahmi, bertemu orang lain, dan saling menyapa.

 Itulah yang dalam konteks demokrasi disebut sebagai civic engagement (keterlibatan masyarakat). Sekiranya, modal sosial dalam tradisi kita tersebut yang mendorong orang untuk hidup secara kolektif dan terlibat secara sosial dimusnahkan karena dianggap bid’ah bahkan kasus-kasus tertentu diklaimmusyrik, tindakan itu tidak akan mendukung kearah demokrasi.

Coba lihat, kehidupan keagamaan di Arab Saudi (zaman sekarang) begitu kering. Disitulah akar fundamentalisme dan konservatisme Islam yang sangat anti demokrasi berkembang. Apa penyebabnya? Mereka melihat kehidupan ini begitu simpel. Mereka tidak membawa ummat Islam dalam kehidupan yang sangat kaya dan heterogen secara sosial-budaya. 

Artinya, jika umat Islam makin terlibat dalam kehidupan sosial, dia makin terhindar dari benih-benih fundamentalisme. Karena itu, kita bisa menyaksi- kan orang-orang sufi termasuk yang cukup toleran. Hal itu disebabkan ada dimensi sosial yang mereka rasakan, lihat, dan alami sendiri. Dengan begitu, mereka tahu bahwa hidup bukan hanya hitam-putih atau untuk ibadah yang bersifat personal (perorangan) saja ". Demikianlah ungkapan dari Saiful Mujani.

Share :

0 Response to "BAB-6A. Faedahnya Kumpulan/Majlis Dzikir"

Posting Komentar