BAB-8L. Rasulallah Saw Bukan Manusia Biasa ,Tetapi Insan Kaamil (Manusia Sempurna)


  Makalah-makalah yang sederhana di website ini, cukup jelas sebagai bukti bahwa Nabi saw. adalah bukan manusia biasa tapi beliau adalah manusia sempurna (Insan Kaamil). Walau pun demikian masih ada saja golongan pengingkar yang mengatakan bahwa Rasulallah saw. adalah manusi biasa seperti kita kita ini, bedanya hanya beliau saw. menerima wahyu dari Allah swt.. Mereka dengan berdalil pada firman Allah sebagai berikut: “Katakanlah, sesungguhnya aku hanyalah manusia seperti kamu. Hanya saja kepadaku disampaikan wahyu.” (QS. 18:110).

Berdasarkan ayat ini dan ditambah ayat-ayat senada, misalnya; “Katakan: ‘Mahasuci Tuhanku. Bukankah aku hanya seorang manusia yang diutus?”. Golongan ini percaya bahwa Nabi Muhammad saw. adalah manusia biasaseperti manusia lainnya, oleh karena itu golongan ini menganggap mengagungkan dan memuji Rasulallah saw. merupakan sikapberlebih-lebihan (ghuluw) dan pengkultusan yang tidak perlu serta dapat membawa orang kepada perbuatan syirik.

Mereka menafsirkan firman Allah swt. diatas secara tekstual. Jika kita telusuri dengan seksama semua ayat-ayat ilahi dibuku ini atau buku lainnya yang menyinggung tentang Nabi saw. atau yang berkenaan dengan Nabi saw, maka dengan yakin kita akan menganut pandangan para pakar islam yang menyimpulkan bahwa Nabi Muhammad saw. memang bukan manusia biasa tapi Insan Kaamil. Beliau saw. adalah manusia utama, “superman” yang telah berhasil melewati tingkat umum manusia dan mencapai derajat keutamaan yang tiada taranya.

Apa yang dimaksud ayat Ilahi diatas bahwa Rasulallah saw. adalah manusia (basyar), seperti manusia lainnya? Apakah maksudnya bahwa kedudukan beliau saw. di hadapan Allah sama dengan manusia lainnya?

Kami kira golongan pengingkar pemujian/pengagungan kepada Rasulallah saw. pun tidak membenarkan anggapan seperti ini. Mereka juga yakin bahwa Rasulallah saw. adalah seorang Rasul dan memiliki kedudukan yang sangat khusus di sisi Allah. Kita coba mengkajinya, bagaimana kita harus menyikapi Rasulallah saw.? Disatu sisi, beliau adalah Nabi dan Rasul dengan kemuliaan yang tiada tara dan kedudukan beliau saw. dalam al-Qur’an sungguh luar biasa, tapi disisi lain al-Qur’an menegaskan bahwa ia juga adalahmanusia seperti kita. 

Terdapat puluhan ayat didalam al-Qur’an yang memuji Rasulallah saw., apakah dalam bentuk pujian langsung atau dalam bentuk penyebutan sifat-sifat terpuji yang dimiliki Nabi seperti yang telah kami kemukakan sebelumnya. Beberapa contoh lagi mengenai keagungan Rasulallah saw. yang tidak dimiliki oleh manusia biasa adalah sebagai berikut:

- Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib kw. berkata: ‘Setiap kali Allah swt. mengutus seorang nabi, mulai dari Nabi Adam sampai seterusnya, maka kepada nabi-nabi itu Allah swt. menuntut janji setia mereka bahwa jika nanti Rasulallah saw. diutus, mereka akan beriman padanya, membelanya dan mengambil janji setia dari kaumnya untuk melakukan hal yang sama’.

- Sebagaimana yang difirmankan Allah swt. dalam surat Aal- Imran : 81:
“Dan ketika Allah mengambil janji dari para nabi: ‘Aku telah berikan kepada kalian al-kitab dan al-hikmah, maka ketika Rasul itu(Muhammad saw.) datang kepada kalian, yang membenarkan apa yang ada pada kalian, kalian benar-benar harus beriman kepadanya dan membelanya.” Dia (Allah) berkata: ’Apakah kalian menerima dan berjanji akan memenuhi perintah-Ku ini’? Mereka berkata: ‘Ya, kami berjanji untuk melakukan itu’. Dia berkata: ‘Kalau begitu persaksikanlah dan Aku menjadi saksi bersama kalian’ “.

- Al-Qur’an menjelaskan bahwa para penganut Ahlul-Kitab tahu betul tentang kedatangan Rasulallah saw. sebagaimana mereka mengenal anak-anak mereka sendiri. Bahkan mereka saling memberi kabar gembira tentang kedatangannya itu (QS. 2: 89,146).

- Dan itu pula yang dimohonkan Nabi Ibrahim as. dalam do'anya:
“Tuhan kami, utuslah pada mereka seorang Rasul dari kalangan mereka sendiri (Muhammad) yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Mu, mengajarkan mereka al-kitab dan al-hikmah, dan menyucikan mereka. Sesungguhnya Engkau Mahaperkasa lagi Mahabijaksana”. (QS. 2:129).

- Rasulallah saw. ditetapkan sebagai perantara (wasilah) antara dirinya dengan manusia. Bahkan merupakan salah satu syarat terkabulnya do’a. Firman Allah swt.:

وَمَا أرْسَلـْنَا مِنْ رَسُـوْلٍ إلاَّ لِيُطَاعَ بِإِذْنِ اللهِ وَلـَوْ أنَّهُـمْ إذْ ظَلَمُوااَنْفُسَهُمْ جَاءوُكَ فَاسْتَغْفِرُوْا اللهَ وَاسْتَغْفَرَلَهُمُ الرَّسُوْلُ لَوَجَدُوْا اللهَ تَوَّابًا الرَّحِيْمًا

“Kami tidak utus seorang Rasul kecuali untuk ditaati, dengan seizin Allah. Dan seandainya mereka mendatangimu ketika mereka berbuat dosa, lalu memohon ampun kepada Allah dan Rasul pun memohonkan ampun buat mereka, pastilah mereka dapati Allah Maha Pengampun dan Maha Pengasih”. (QS. 4:64).

- Bahkan sebagai perantara tawassul kepada Rasulallah saw. ini sudah dilakukan para nabi dan orang-orang sholeh jauh sebelum kelahiran beliau saw. (baca bab Tawassul dibuku ini). Kita dapat membaca riwayat yang mengatakan bahwa Adam dan Hawa telah bertawassul kepada Rasulallah saw. saat mereka berdua dikeluarkan dari surga. Dikisahkan bahwa tatkala Nabi Adam as dikeluarkan dari surga, ia memohon ampun kepada Allah atas perbuatannya.

- Penciptaan Nabi saw.lebih dahulu daripada Nabi Adam as. hanya beliau saw. masih dalam wujud “nur” atau cahaya. Ketika Allah menciptakan Adam, Ia menitipkan nur itu pada sulbi Adam as yang kemudian berpindah-pindah dari satu sulbi ke sulbi yang lain hingga sulbi Abdullah, ayah Nabi.

- Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abdurrazzaq dari Jabir bin ‘Abdullah al-Anshari ra. bahwasanya dia pernah bertanya kepada nabi saw.; “Demi ayah dan ibuku, ya Rasulallah, beritahukanlah padaku tentang suatu yang di ciptakan Allah sebelum segala sesuatu yang lain. Jawab beliau saw.; ‘Wahai Jabir, sesungguhnya Allah sebelum menciptakan segala sesuatu yang lain, telah menciptakan Nur Nabimu, Muhammad dari Nur-Nya’”. Dan hadits dari Abu Hurairah ra. bahwasanya Nabi saw. telah bersabda: “Aku adalah yang pertama diantara para Nabi dalam penciptaan, namun yang terakhir dalam kerasulan…”.

- Ibnu Abbas meriwayatkan, Rasulallah saw bersabda: “Allah telah menciptakanku dalam wujud nur yang bersemayam di bawah ‘arasy dua belas ribu tahun sebelum menciptakan Adam as. Maka ketika Allah menciptakan Adam, Ia meletakkan nur itu pada sulbi Adam. Nur itu berpindah dari sulbi ke sulbi; dan kami baru berpisah setelah ‘Abdul Muthalib. Aku ke sulbi ‘Abdullah dan ‘Ali ke sulbi Abu Thalib”.

- Al-Qur’an juga menyebutkan bahwa sulbi-sulbi orang-orang suci. Ini berarti bahwa orang-tua dan nenek-moyang Rasulallah sampai ke Nabi Adam as. dalam Istilah al-Qur’anal- Sajidîn orang-orang patuh. Sebagaimana firman-Nya: “Dan bertawakallah kepada Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang. Yang melihatmu saat engkau bangun dan perpindahanmu dari sulbi kesulbi orang-orang patuh”. (QS. 26 :217-219).

- Rasulallah saw. adalah manusia suci, tidak pernah berbuat dosa (ma’sum). Namun demikian, ia tetap manusia biasa seperti manusia lainnya, dalam secara biologis tidak ada perbedaan antara Rasulallah saw. dengan yang lain. Allah berfirman dalam Al-Ahzab:33:“Sesungguhnya yang di kehendaki Allah ialah menjauhkan kamu wahai Ahlul Bait dari segala kotoran dan mensucikan kamu sesuci-sucinya”.

- Rasulallah saw. adalah teladan yang sempurna, uswatun hasanah (QS.33:21). Oleh karenanya; “Apapun yang dibawanya harus kamu terima dan apa pun yang dilarangnya harus kamu jauhi.” (QS. 59:7)

- Dibukakan rahasia kegaiban kepada Rasulallah saw. sebagaimana firman Allah swt.; “Tuhan Maha Mengetahui yang gaib. Maka Dia tidak akan mem- bukakan kegaibannya itu kepada seorang pun, kecuali kepada Rasul yang di kehendaki”. (QS. 72: 26-27). Tentu saja Rasulallah saw. berada di urutan paling atas di antara para Rasul, beliau penghulu dari semua Nabi dan Rasul yang menerima anugrah utama ini.

- Allah memuji Rasulallah saw. dengan berbagai pujian, karena keluhuran akhlaknya (QS. 68:4); kepeduliannya dan kasih sayangnya kepada umat manusia (QS. 9:128) dan pengorbanan diri, tidak mementingkan diri demi kebahagiaan orang lain (QS. 20:2-3). Selain itu Allah swt. memberi perhatian yang khusus kepada Nabi Muhammad saw jika ada sedikit saja “masalah” yang dihadapinya (QS. 93:1-3 & QS 94:1-4).

- Siapa saja yang berhadapan dengan Rasulallah saw. maka berhadapan dengan Allah swt.. Sebaliknya, siapa saja yang membelanya, Allah berada di belakangnya (QS. 9:61).

- Orang-orang beriman diperintahkan untuk tidak memperlakukan Rasul- Allah saw. sebagaimana perlakuan mereka terhadap sesama mereka. Jika berbicara kepada Rasulallah saw. harus dengan suara yang pelan, tidak boleh teriak-teriak, karena hal itu akan meng- hapus pahala amal mereka (QS. 49:2-3).

- Allah akan melakukan apa saja demi menyenangkan hati Rasulallah saw.: “Dan Tuhanmu akan memberimu sehingga membuatmu senang” (QS. 93:5). Ayat ini menunjukkan betapa Allah swt. amat mencintai Rasul-Nya. Ia akan memberikan apa saja yang di-inginkan Rasulallah saw. dan akan melakukan apa saja demi menyenangkan hati Rasulallah saw. 

Dan salah satu anugerah Allah swt. yang paling besar kepada Rasulallah saw. ialah wewenang memberi syafa’at kepada umatnya yang berdosa. Bukan saja di akhirat, tapi juga di dunia, yaitu dalam bentuk pengabulan do’a yang di sampaikan oleh Rasulallah saw. untuk umatnya, baik ketika Rasulallah saw. masih hidup mau pun sesudah wafatnya (baca bab Tawassul/Tabarruk).

Dari sekian ayat yang telah kami kemukakan didalam bab ini tidak dapat disangkal bahwa Rasulallah saw bukan manusia biasa, dalam arti bahwa kedudukannya paling mulia di sisi Allah swt.. Ia telah diciptakan Allah swt. sebelum menciptakan yang lainnya. Rasulallah saw. telah dipersiapkan membawa amanat-Nya jauh sebelum utusan-utusan lainnya. Bahkan utusan-utusan itu diperintahkan untuk mengimaninya dan mengabarkan kepada umat manusia tentang kedatangannya.

Rasulallah saw. ditetapkan sebagai perantara antara manusia dengan Tuhan, dan sebagainya. Akan tetapi semua ini tidak harus membuat kita menempatkan beliau saw. sebagai anak Tuhan atau Tuhan dibumi/didunia, bukan dari golongan manusia, seperti yang dilakukan kaum Nasrani terhadap Nabi ‘Isa as.

Rasulallah saw. tetap manusia sebagaimana manusia lainnya, sebagaimana isyarat al-Qur’an dalam beberapa ayatnya di atas. Pada diri Rasulallah saw. terdapat segala sesuatu yang ada pada manusia, yakni dimensi biologis manusia. Karena itu Rasulallah saw. makan, minum, sakit, tidur, berdagang, berkeluarga, senang, sedih, dan sebagainya, seperti umumnya manusia. Al-Qur’an sengaja menegaskan bahwa Rasulallah saw. adalah manusia/basyar seperti manusia lainnya untuk membantah penolakan kaum musyrikin terhadap Rasulallah saw. bahwa ia bukan dari golongan malaikat atau paling tidak bekerjasama dengan malaikat (QS. 25:7) dan juga mengingatkan kaum Muslimin supaya tidak membuat kesalahan seperti yang dilakukan kaum Nasrani terhadap Nabi ‘Isa as yang menganggapnya sebagai anak Tuhan atau Tuhan dibumi! Akan tetapi ketika kita mengatakan bahwa Rasulallah saw. adalah manusia biasa seperti manusia lainnya tidak berarti bahwa kita harus menganggap beliau salah, keliru, melanggar, atau berakhirlah segalanya sesudah beliau saw. wafat. Sama sekali tidak demikian.

Kesucian, keterpeliharaan dari dosa ma’sum hidup abadi bersama Allah sesudah kematian atau kemampuan berhubungan dengan-Nya sesudah kematian adalah perkara ruhani yang dapat saja dicapai oleh manusia mana pun jika ia telah mencapai kedudukan ruhani yang tinggi, apalagi dengan ruhani Rasulallah saw. yang paling mulia dari segala orang yang bertaqwa.

Allah swt. memang menciptakan manusia dari unsur tanah, yang menghasilkan dimensi biologisnya, akan tetapi pada manusia, Allah swt. ciptakan juga unsur lainnya, yakni ruh Allah swt. yang justru dapat membuat manusia lebih tinggi dari makhluk mana pun, termasuk malaikat karena melalui ruh itu manusia mampu mengatasi unsur biologisnya. Oleh karena itulah mengapa malaikat dan jin atau Iblis diperintahkan untuk sujud (penghormatan tinggi) kepada Adam atau manusia.

 Itulah pula mengapa Nabi Muhammad saw. dapat menembus Sidratul-Muntaha (waktu peristiwa Isra Mi’raj), sementara Jibril as akan hangus terbakar jika berani mencoba melangkah- kan kaki meski un hanya setapak. Padahal Jibril adalah penghulu para malaikat. Tidak lain karena Nabi Muhammad saw. telah mencapai derajat kesempurnaan mutlak insani (Insan Kaamil).

Kesalahan terbesar golongan yang menolak mengakui kesempurnaan Rasul saw. dan menolak memujinya, bahkan menganggap pelakunya sebagai bertindak berlebih-lebihan dan kultus yang diharamkan! Golongan ini tidak lain melihat Rasulallah saw. dengankacamata materi. Mereka hanya melihat Rasulallah saw. sebagai makhluk biologis. 

Mereka lupa bahwa manusia memiliki dimensi yang jauh lebih tinggi dari sekadar dimensi biologis atau fisik. Bahkan dimensi ruhani merupakan jati diri manusia yang sesungguh- nya. Melihat seorang hanya dari dimensi biologisnya adalah logika orang-orang kafir, bukan logika orang-orang beriman. Orang-orang kafir menolak mengakuinya sebagai Nabi atau Rasul dengan alasan bahwa para utusan Allah itu hanya manusia seperti mereka.

Sebagaimana firman Allah swt.: “Dan tidak ada sesuatu yang menghalangi orang-orang (kafir) untuk beriman tatkala datang kepada mereka petunjuk kecuali perkataan mereka: ‘Apakah Allah mengutus Rasul dari golongan manusia?’ ”.(QS. 17:94). Tapi orang-orang beriman berkata: “Kami mengimaninya. Semuanya dari sisi Tuhan kami”. (QS. 3:7).

Peagungan dan penghormatan terhadap Rasulallah saw. adalah tuntutan Allah swt. untuk menghormati dan mengagungkan Rasul-Nya. Coba perhatikan ayat shalawat. Adakah perintah yang sama dengan perintah shalawat, selain shalawat kepada Rasulallah saw.? Tidak ada! Ayat sholawat ini didahului dengan pernyataan bahwa Allah dan malaikat-Nya telah melakukannya terlebih dahulu, oleh karena itu kitapun diperintahkan untuk melakukannya.

Perintah itu berarti kita harus selalu melihat Rasulallah saw. dengan penuh ta’dhim (hormat) dan agar kita selalu membalas jasa-jasanya. Oleh karena itu pula, Rasulallah saw. selalu mengingatkan bahwa orang yang tidak mau bershalawat kepadanya adalah bakhil atau kikir. Bahkan orang yang datang ke tanah suci tapi tidak mampir ke Madinah untuk berziarah kepada beliau saw. telah memutus hubungan silatur-rahmi dengannya.
 
Sebenarnya ini semua bukan kultus; karena kultus ialah melebih-lebihkan sesuatu yang tidak pada tempatnya. Pengagungan Rasulallah saw. justru mendudukkan posisi Rasulallah saw. sebagaimana mestinya, seperti yang di perintahkan Al-Qur’an. Justru jika kita tidakmelakukan itu, dikhawatirkan telah mendzalimi beliau. Ingat firman Allah swt.: “Sesungguhnya orang-orang yang menggangu Allah dan Rasul-Nya dikutuk oleh Allah di dunia maupun di akhirat dan Allah siapkan baginya siksa yang menghinakannya”. (QS. 33:57).

Penghormatan, pengagungan pada Rasulallah saw., mustahab baik semasa hidup beliau saw. maupun setelah wafatnya. Karena pujian dan perintah Allah swt. yang tercantum pada ayat Al-Ahzab:56, al-Haj 30- 32, Al-Hujuraat 2 dan lain-lainnya itu tetap berlaku, begitu juga tawassul/ tabarruk (baca bab tawassul/tabarruk) setelah wafatnya beliau saw. diamalkan juga oleh para sahabat, para salaf (orang-orang terdahulu) dan para khalaf (orang-orang belakangan) serta para pakar Islam lainnya sepanjang zaman. Kalau hal tersebut menyalahi syari’at, sudah tentu diketahui oleh para sahabat, para salaf dan para ulama itu dan tidak mungkin juga akan dilakukan oleh mereka.

Sudah tentu kita semua sadar, yakin dan mengetahui bahwa pemuliaan dan pengagungan terhadap Rasulallah saw. sebagai hamba Allah (Makhluk) tidak setaraf dengan pemuliaan dan pengagungan kita terhadap Allah swt. sebagai Pencipta (Al-Khalik). Bila ada pikiran yang memandang makhluk setaraf dengan Khalik itulah baru dikatakan syirik!

Lalu mengapa kita harus menentang Allah dan Rasul-Nya hanya karena takut jatuh dalam hantu “kultus” yang kita ciptakan dan karang-karang sendiri?

Pada ayat tawassul (QS 4:64) yang telah dikemukakan, kita bahkan diperingatkan oleh Allah swt. jika ingin dosa-dosa kita diampuni oleh-Nya harus bertawassul kepada beliau saw. Jika tidak, Allah tidak akan mengabulkan permohonan ampun kita. Allah juga mengingatkan agar kita tidak memperlakukan beliau saw. sama dengan kita, sebab hal itu dapat menghapus pahala amal ibadah kita (QS. 49:2-3).

 Selain itu, kita juga diperingatkan untuk tidak menganggap apa yang dilakukan atau diucapkan beliau saw. lahir karenaemosi atau hawa nafsunya. Tapi semuanya atas bimbingan Allah yang menjaga beliau saw. dari dosa dan kesalahan serta menjadikan manusia yang sempurna. “Ia (Muhammad) tidak bertutur kata atas dasar hawa nafsunya, melainkan berdasarkan wahyu yang diterimanya”. (QS. 53:3-4). Namun demikian, beliau tetap manusia biasa seperti manusia lainnya, dalam secara biologis tidak ada perbedaan antara Rasulallah saw. dengan yang lain.

Abdullah bin Amr berkata: “Aku menulis segala sesuatu yang aku dengar dari Rasulallah saw., aku bermaksud menghafalnya. Tapi orang-orang Quraisy melarangku dan mereka berkata: ‘Engkau menulis segala sesuatu yang engkau dengar dari Rasulallah saw.? Padahal beliau hanyalah seorang manusia yang berbicara saat marah dan senang’. Aku berhenti menulis. Tetapi kemudian aku ceritakan hal itu kepada Rasulallah saw. Beliau kemudian menunjuk kepada mulutnya dan berkata: ‘Tulis saja! Demi yang jiwaku berada di tangan-Nya, sesungguhnya tidak ada yang keluar dari sini (sambil menunjuk mulut beliau saw.) kecuali kebenaran’ “!!

Dari sekelumit ayat dan hadits yang kita baca diatas, kita tidak akan menyangkal atau meragukan lagi bahwa Rasulallah saw. bukan manusia biasa melainkan manusia sempurna (Insan Kaamil), dalam arti bahwa kedudukannya paling tinggi dan mulia di sisi Allah swt.? Akan tetapi semua ini, sekali lagi, tidak harus membuat kita memposisikan beliau saw. sebagai anak Tuhan atau Tuhan dibumi/didunia, bukan dari golongan manusia, seperti yang dilakukan kaum Nasrani terhadap Nabi ‘Isa as.

Insya Allah dengan kutipan dalil-dalil diatas yang berkaitan dengan Maulid/hari kelahiran beliau saw. ini atau berkaitan dengan pribadi junjungan kita Nabi besar Muhammad saw. sebagai manusia sempurna/insan Kaamil yang diciptakan Allah swt. para pembaca bisa menilai sendiri apakah semuanya ini perbuatan berlebih-lebihan sebagaimana yang dikultuskan oleh golongan pengingkar atau memang perintah Ilahi untuk mengagungkan beliau saw. ? Semoga Allah swt. memberi hidayah dan taufiq kepada kita semua. Amin

Share :

0 Response to "BAB-8L. Rasulallah Saw Bukan Manusia Biasa ,Tetapi Insan Kaamil (Manusia Sempurna)"

Posting Komentar